PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM MUI DAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENERBITKAN SERTIFIKAT HALAL PRODUK HARAM YANG TERLANJUR BEREDAR
DOI:
https://doi.org/10.36769/ibest.v1i2.253Keywords:
Pertanggungjawaban Hukum, MUI, BPJPH, Sertifikat Halal, Produk HaramAbstract
Sertifikasi halal merupakan hal yang urgent ditengah begitu banyaknya produk makanan dan minuman yang beredar dimasyarakat. Pencantuman sertifikasi halal dalam kemasan produk oleh pelaku usaha adalah salah satu bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dan dukungan kepada perkembangan industri pangan halal. Sertifikasi halal mengalami perubahan sifat, yang pada awalnya bersifat sukarela menjadi wajib (mandatory) setelah adanya Undang-Undang Republlik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim wajib memperoleh perlindungan hukum atas beredarnya makanan dan minuman yang akan dikonsumsi. Oleh karena itu lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga yang berwenang dalam penerbitan sertifikat halal harus lebih presisi dan pruden dalam proses verifikasi produk yang akan disertifikasi. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana pertanggungjawaban hukum MUI dan BPJPH sebagai lembaga yang diberikan kewenangan oleh undang-undang terhadap penerbitan sertifikat halal pada produk yang haram dan terlanjur beredar serta sudah dikonsumsi oleh masyarakat. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan studi kepustakaan dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, jurnal, buku, maupun karya ilmiah yang lain seperti skripsi, tesis dan disertasi yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis yaitu suatu metode yang mengambarkan dan menjelaskan secara sistematis, dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa jika terjadi kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh oknum-oknum yang ada di MUI dan BPJPH sebagai lembaga yang berkompeten dalam urusan sertifikasi halal tidak bisa selesai hanya dengan meminta maaf kepada masyarakat tetapi harus ada sangsi pidana maupun sangsi perdata yang diimplementasikan dalam rumusan norma hukum yang jelas karena bisa berpotensi terulang kembali apalagi jika ada unsur kesengajaan dalam penerbitan sertifikat halal produk haram yang sangat merugikan masyarakat umum dan muslim khususnya.
References
Rachmad Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, (Jakarta: Djambatan, 2004), h., 74
Kurniawan Budi sutrisno, Tanggungjawab Pelaku Usaha Terhadap Pemberian Label Halal pada Produk Makanan dan Minuman Perspektif Hukum perlindungan Konsumen, (Jurnal Penelitian Universitas Mataram: Vol. 18, No. 1, 2014), h., 90
Muhammad Ibnu Elmi As Pelu, Label Halal: Antara Spiritualitas Bisnis dan Komoditas Agama, (Malang: Madani , 2009), h., 22
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h., 34
Az Nasution, Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), h., 55
Jakarta Islamic Center Sertifikasi Halal Untuk Tentramkan Konsumen, diungkapkan oleh Lukmanul Hakim, Wakil Dirut LPPOM MUI, pada Republika di Jakarta
Wiku Adi Sasmito, “Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam Labeling Obat dan Makanan”, Case Study: Analisis Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008, hlm. 14.
Susilowati Suparto, “Harmonisasi Dan Sinkronisasi Pengaturan Kelembagaan Sertifikasi Halah Terkait Perlindungan Konsumen Muslim Indonesia”, (Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung Jalan Dipati Ukur Nomor 35 Bandung, Jawa Barat), Jurnal MIMBAR HUKUM Volume 28, Nomor 3, Oktober 2016, h.428
Sudikno Mertokusumo, 2006, “Penemuan Hukum : Sebuah Pengantar”, Liberty, Yogyakarta, h.18.
Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jurnal Syariah Sertifikasi Produk Halal, Edisi 3, 2015., hlm., 28
LP POM MUI, Jurnal Halal Menentramkan Umat, No.56/X/2005, hlm. 35
https://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/08/16475821/kemasan.makanan.bikini.berlabel.halal.palsu, diakses pada tanggal 20 Mei 2022 pukul 14:00 WIB.
Satjipto Rahardjo, Teori Hukum Strategi Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010) h., 21
Majalah Jurnal Halal edisi No. 42 Tahun 2007
Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 107.
Pasal 6 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
Mengenal Kewenangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Diakses di http://www.gresnews.com/berita/tips/60181-mengenal-kewenangan-badan-penyelenggara-jaminan-produk-halal/0/ (07 Juni 2022 Pukul 10.01).
Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
Lihat Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
Lihat Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014t entang Jaminan Produk Halal
Lihat Pasal 32 ayat (1), dan (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
Lihat Pasal 33 ayat (1), (2), dan (6) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
Lihat Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016), h.105.
Moegni Djojodihardjo, Perbuatan Melawan Hukum, Cetakan I, 1979, h.22.
Tambunan, Amirsyah, Hak Konsumen dalam Perspektif UU No. 8 Tahun 1999, Jurnal Halal, No. 101, Th. XVI, Jakarta: LPPOM MUI, 2013. h., 12
Sopa, Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia, Studi atas Fatwa Halal MUI terhadap Produk Makanan, Obat-Obatan dan Kosmetika, ( Jakarta : Gaung Persada Press Group, 2013, Cet. Pertama, h., 34
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2022 Fachrul Marasabessy
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.